Bahagia?

IMG_0281[1]

(diambil di Perpus Pusat, UI, oleh saya sendiri)

Bagi keluarga di atas, berbahagia cukup dengan makna yang sederhana saja. Asal bersama, melihat anak laki-laki mereka tumbuh dari hari ke hari, merawatnya dengan penuh kasih sayang dan tawa penuh syukur.

Berbahagia tidak perlu mahal. Cukup duduk di tepi danau secara cuma-cuma, di bawah pohon yang rindang, mendengar gesekan daun yang ditiup angin, air yang berdesir, dan memberi makan anak. Tidak ada sepeser uangpun yang keluar, bukan? Dan tentunya, ada cinta yang bersinergi diantara mereka. Bahagia dalam hening. Indahnya…

Bagiku, kebahagiaan yang bisa ku rasakan saat ini hanyalah Tugas Karya Akhir, musik, menulis, dan teman-temanku. Keluarga? Bosan, setiap hari ketemu. Masa depan? Lagi-lagi uang. Harus aku mengejar uang melainkan kebahagiaan? Apakah aku harus setuju dengan pendapat orang lain bahwa “uang itu adalah kebahagiaan”? Tidak. Aku tidak perlu uang untuk berbahagia. Ada hal-hal yang tidak bisa dibeli pakai uang seperti menyaksikan senyuman, tangis, kebahagiaan, mendengarkan cerita, merasakan kebersamaan, dan mendapatkan pelajaran. Lebih sulit didapat daripada bahagia karena uang.

Benar. Aku belum cukup bahagia. Atau belum terlalu tau apa arti “bahagia” yang sesungguhnya. Kenapa aku tidak bisa menyederhanakan arti kebahagiaan itu sendiri?

Iya. Aku merasa sepi di tengah rasa bahagiaku yang palsu dan belum sempurna ini. Kau tahu apa yang bisa menyempurnakan kebahagiaanku?

Perjalanan dan kamu.

Untuk teman saya yang introvert

Ada kalanya saya merasa senang akan sesuatu. Senang karena saya punya teman-teman yang begitu hebat, menjadi pengisi kekosongan saya di kala sepi, yang selalu menjadi pendengar bagi semua masalah saya. Karena saya akuin saya sungguh lemah untuk menghadapi masalah sendirian. Mereka mendengar; Dari saya mencoba mencari saran, dengan sabar mereka menghadapi saya yang batu kalo dibilangin (ga dengerin omongan mereka) yang berakhir semua omongan mereka benar dan apa yang saya yakini salah, hingga saya jatuh dan mereka berusaha membangkitkan saya kembali.

Dan beruntungnya adalah mengetahui bahwa mereka sungguh tulus sama saya. Mereka tidak pernah meninggalkan saya. Mereka selalu merindukan saya ketika jauh, mencari saya, khawatir ketika saya sedang berada dalam masalah yang besar, dan bela-belain meluangkan waktu mereka untuk menginap di rumah saya dan menjadi teman curhat saya semalaman.

Iya. Beruntung punya teman-teman seperti mereka. Kalau tidak, mungkin saya akan selalu berada di dalam suatu jawaban yang tidak membawa saya kemana-mana selain stuck di satu jawaban itu dan juga tidak membawa saya ke arah solusi.

Saya tidak peduli apa kekurangan mereka, kesalahan apa yang mereka perbuat terhadap saya. Karena ketika saya sayang, saya akan melupakan semua itu dan tetap menyayangi mereka. Bahkan untuk hitungan orang yang mudah marah, saya bisa dilemahkan hanya dengan harga ketulusan dan mengingat hal-hal baik apa saja yang pernah mereka berikan pada saya.

Tapi terkadang saya suka berpikir, apakah saya sudah menjadi teman yang baik untuk mereka? Iya. Saya sangat-sangat ingin menjadi yang terbaik untuk mereka semua karena saya tidak ingin kehilangan mereka.

Ada seorang sahabat saya. Salah satu prioritas nomor satu saya di segala hal. Seorang perempuan yang teguh, kuat, yang sering menghilang. Namun terkadang suka datang secara misterius ketika saya punya masalah besar. Sebentar. Tapi cukup menggentarkan bumi tempat saya berpijak karena kehadirannya yang penuh makna. Orangnya penuh dengan segudang quotes dikepalanya karena… Mungkin pengalaman hidupnya yang mengajarkannya bisa menjadi lebih bijaksana. Mungkin? Kenapa mungkin? Iya. Saya tidak tau pasti tentang bagaimana dia menjalani kehidupannya, masalah apa yang dihadapinya, dan bagaimana dia selesai melalui semua itu hingga membentuk pribadinya yang bijaksana seperti sekarang. Berbeda dengan saya yang selalu memberi tahu cerita kehidupan saya secara blang-blangan kepada dia sehingga dia tau cerita saya mulai dari nol ke seratus, hingga ke nol lagi. Maka jika saya berubah menjadi lebih baik, mereka pasti tau apa yang telah mengubah saya.

Tidak. Saya tidak menyalahkan dia untuk bersikap seperti itu karena itu hak dia, mau bercerita atau tidak mengenai kehidupan pribadinya walaupun saya adalah sahabatnya. Tapi saya juga bertanya-tanya “apakah dia merasa saya kurang baik untuknya sehingga saya tidak dijadikan tempatnya untuk bercerita? Atau, memang dia terlalu introvert?” Tapi tidak jika ia sedang menanggapi cerita saya. Dia begitu atunsias, dan responsif.

Atau terlalu takut masalahnya akan membebani pikiran saya juga. Sahabat, percayalah. Waktu ku, pikiranku, selalu ada untuk kalian ga peduli apa yang sedang aku hadapi saat ini (untungnya tidak ada yang berat selain jatuh cinta).

Saya tau, karakter orang introvert itu sangat kompleks, terutama di dalam jiwanya, karena segala sesuatu ia simpan di balik benteng yang ada di dalam dirinya sendiri dan tidak membiarkan dunia luar tau akan masalahnya. Banyak berpikir di dalam. Berbeda dengan saya yang ekstrovert, selalu mengekspresikan apa yang saya rasa.

Mungkin dia memang tipe pendengar yang baik. Itu yang bisa saya ambil dan saya syukuri bisa bersahabat dengan orang seperti dia. Persahabatan kami ini judulnya “Saling Melengkapi”

Tapi satu yang ingin saya sampaikan kepada orang-orang introvert di sekitar saya karena saya terlalu peduli sama kalian.

Ada orang di luar sana yang akan mengerti dirimu lebih baik dari dirimu sendiri. Ia akan menolongmu keluar dari lingkaran pikiranmu yang hanya sebatas bentang yang kamu buat itu.

Akan ada orang yang akan menerima kekuranganmu tanpa peduli orang itu harus menurunkan egonya yang tinggi hanya untuk mengerti kamu.

Akan ada orang yang sepengertian itu, sesabar itu, dan sesayang itu sama kalian di luar sana. Mungkin orang itu saya. Hanya saja, orang-orang introvert ini tidak mau memberi saya kesempatan untuk melakukan semua hal itu kepada mereka. Saya bisa mengatakan hal ini, karena saya sudah merasakannya. Bagaimana rasanya membuka hati untuk sekitar, dan apa yang kita terima ketika hati kita sudah terbuka.

Teman adalah jawaban lain yang tak pernah terpikirkan oleh kita. Entah itu teman curhat, sahabat, atau… Pasangan hidup. (Sista)

Sesederhana itu

impianku denganmu sederhana saja.

hanya bermodalkan tanah tanpa atap.

maksud ku itu, taman kota.

jangan lupa gitar kita.

lalu bercerita. berargumen.

terus.. sampai mulut kita kering.

tertawa sampai pipi kita kaku.

bahagia sesederhana itu.

aku tidak mempersulit.

kenapa malah kamu?

sesederhana itu saja, kok..

Suguhan sore ini

image

Beginilah aku suguhkan senja ku.
Sederhana.
Syahdu.
Ku nikmati dengan kilas bayangmu yang penuh kamuflase.
Bersembunyi di balik batu.
Aku?
Menunggu.
Hingga teh panasku mendingin.
Sedingin mu.
Lalu..
Ceritakan padaku senjamu, sayang.